Sunday, June 1, 2025

"Ada Filosofi Di masakan Rendang Khas Padang" - Studi Wisata Ke Museum Adityawarman


Sudah lama tidak bercerita di blog ini karena disibukkan dengan upaya memotivasi siswa untuk mau menulis di majalah sekolah. Sepertinya terakhir menulis di sini ketika ada kegiatan guru penggerak akhir tahun lalu. Tiba-tiba hari ini teringat kalau bulan Oktober yang lalu ada kegiatan studi wisata ke Museum Adityawarman dan belum sempat menuliskan ceritanya di sini. Jadi, sekarang saatnya menuliskan sedikit cerita dan pengalaman selama studi wisata ini.

Kamis, 10 Oktober 2024 merupakan jadwal siswa kelas 12.F studi wisata ke Museum Adityawarman yang bertempat di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan ini merupakan agenda rutin beberapa tahun belakangan ini dari mata pelajaran Sejarah. Jika tahun-tahun sebelumnya, saya menolak untuk pergi mendampingi siswa kelas dikarenakan beberapa alasan yang salah satunya karena harus mengajar di tingkat lain. Tetapi, untuk studi wisata kali ini saya bersedia untuk mendampingi siswa kelas dimana saya sebagai wali kelasnya. Total yang berangkat ada enam kelas dengan setiap kelas didampingi oleh dua orang guru yang salah satunya merupakan wali kelas dari kelas tersebut. Untuk kelas 12.F3 saya didampingi oleh Bu Noni yang kebetulan juga merupakan salah seorang guru sejarah di sekolah saya.

Perjalanan yang direncanakan berangkat pukul 07.00 WIB akhirnya terlambat 1 jam karena menunggu siswa yang belum datang dikarenakan permasalahan transportasi dari rumah ke sekolah. Selama dalam perjalananpun beberapa kali rombongan yang terdiri dari enam bus tersebut harus berhenti karena ada yang akan buang air, bus yang bermasalah, dan beli makan siang. Syukurnya, selama perjalanan tidak ada terkena macet. Padahal sebelumnya ada kecemasan akan terjebak macet di daerah Silaiang (Lembah Anai) karena ada perbaikan jalan pasca terjadinya banjir besar yang mengakibatkan jalan putus.

Rombongan sampai di Museum Adityawarman sekitar pukul 13.00 WIB dan langsung menuju lokasi museum. Mulai dari pagar atau loket sampai bangunan museum rombongan berjalan kaki sekitar beberapa ratus meter. Sepanjang berjalan kaki banyak spot yang bisa dijadikan tempat berfoto. Tetapi, karena rombongan sampai di lokasi ketika cuaca sedang hujan lebat akhirnya tidak ada yang berkesempatan untuk mengabadikan pemandangan di halaman museum tersebut. Yang lebih sedihnya lagi hujan tidak berhenti bahkan ketika rombongan keluar dari lokasi museum.

Sebelum masuk ke dalam museum, rombongan terlebih dahulu makan dan sholat Zuhur yang dilakukan di kawasan museum. Setelah itu, semua siswa langsung masuk ke dalam museum dan mulai mengisi lembar pengamatan mereka sebagai tugas dari studi wisata ke Museum Adityawarman.





Saya pribadi sempat menanyakan tentang tengkorak yang dipajang di salah satu kotak kaca kepada petugas museum. Apakah itu tengkorak asli atau replika dan ternyata itu adalah replikanya sementara tengkorak yang asli sudah dipindahkan ke museum di Jakarta. Yang menarik pengunjung dapat mengetahui walaupun Minangkabau tetapi setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing terlihat salah satunya di pakaian adat untuk pernikahan. Wow, untuk Provinsi Sumatera Barat saja sudah sebanyak itu ragam budayanya apalagi se-Indonesia. Terbayang betapa kayanya negara kita dengan budayanya, kan?

Banyak hal menarik dan informasi baru yang bisa didapat dari kunjungan ini. Saya juga menemukan hal baru di sini. Hmm...sedikit memalukan ngga sih. Karena baru mengetahuinya diusia yang tidak muda lagi wkwkwk. Jadi, saya baru mengetahui apa filosofi rendang. Padahal ini merupakan ikonnya Sumatera Barat. Ini saya tulis ulang dari apa yang tertulis di salah satu tiang di dalam Museum Adityawarman.

Filosofi Randang
  1. Daging. Daging melambangkan Niniak Mamak dan Bundo Kanduang, dimana mereka akan memberikan kemakmuran pada anak pisang dan kemanakan.
  2. Karambia. Karambia atau kelapa melambangkan kaum intelektual atau yang dalam Bahasa Minang disebut Cadiak Pandai. Mereka merekatkan persamaan kelompok maupun individu
  3. Lado. Lado atau sambal sebagai lambang alim ulama yang tegas dan pedasa dalam mengajarkan agama.
  4. Bumbu. Pemasak atau bumbu melambangkan setiap individu. Dimana masing-masing individu memiliki peran sendiri-sendiri untuk memajukan hidup berkelompok dan unsur terpenting dalam hidup bermasyarakat di Minang.



Sebelum pulang siswa diberi waktu untuk berjalan-jalan dan berbelanja di salah satu tempat di Kota Padang. Pukul 08.30 WIB, bus rombongan mulai beranjak pulang kemabali ke Lintau. Namun di tengah perjalanan sempat berhenti untuk istirahat sekaligus mengisi perut yang kosong tepatnya di Kota Padang Panjang sekitar pukul 11.00 WIB.





Alhamdulillah perjalanan studi wisata tahun 2024 ini berjalan lancar, aman dan selamat. Terimakasih untuk kesempatan mendampingi siswa yang sudah dberikan oleh guru Sejarah Pak Doni dan Bu Noni. Merupakan pengalaman yang luar biasa untuk saya, dan untuk anak-anak 12.F3  kamu semua kuat dan tidak ada yang mabuk kendaraan (ini yang dari awal dicemaskan. Jadi ingat pengalaman beberapa tahun yang lalu ada siswa yang mulai bus berangkat sampai kembali lagi siswa tersebut mabuk kendaraan sampai badan lemas dan sempat dibawa ke klinik. Dan itu menjadi perjalanan terlama karena bus rombongan harus sering berhenti).  











Tahun 2025 ini kunjungan ke museum mana lagi ya?

Salam Literasi dan Berbagi


No comments:

Post a Comment