Aku Ternyata Berharga
Oleh : Ina Susan
Aku lupa hari apa dan tanggal berapa sekarang. Debu dan bau lembab tubuhku yang mengingatkan bahwa aku sudah berada di sini cukup lama. Diapit oleh buku-buku yang berukuran besar, membuat pandangan menjadi tidak bebas. Berkali-kali mataku berusaha melirik ke sebuah kalender yang tergantung di dinding hanya untuk sekedar mengurangi rasa penasaran tentang tanggal hari ini. Namun, selalu gagal.
Suatu hari aku dibuat kaget, ada yang
mengangkatku. Kami saling bertatapan. Kulihat dia adalah seorang wanita yang kutaksir
berumur 40 tahunan. Ia mengenakan jilbab warna merah muda dan terlihat cantik.
Wanita itu membolak balik tubuhku, lalu dengan wajah lega, ia membawaku ke meja
kasir. Untung aku masih sempat melihat ke arah teman-teman dan mengucapkan
selamat tinggal pada mereka yang selama ini selalu bersama sejak aku berada di
ruangan ini. Setelah memberikan beberapa lembar uang, wanita tadi membawaku
pergi dalam sebuah kantong plastik.
Selama di dalam kantong plastik, tidak
ada yang bisa dilihat. Tidak lama, ada yang masuk menemaniku di dalam kantong,
sebuah kertas berwarna merah muda dengan motif bunga. Beberapa jam di dalam
kantong membuatku mulai merasa bosan. Untungnya sebelum kebosanan itu datang,
aku dikeluarkan dari kantong plastik. Wanita tadi melihatku dengan tersenyum. Ia
menyelipkan selembar kertas padaku. Kemudian, tangannya mengambil kertas dari
kantong plastik tadi. Seluruh tubuhku terbungkus oleh kertas tersebut. Sekarang
aku tidak bisa melihat apapun, semua menjadi gelap. Lalu aku merasa dibawa dan
diletakkan di suatu tempat. Aku ketakutan dan berharap semua akan baik-baik
saja.
Beberapa jam kemudian, aku dikagetkan
dengan suara teriakan. Beberapa orang meneriakkan “Selamat ulang tahun, Sari”
Ruangan sangat gaduh. Semua orang berceloteh bahagia. Lalu terdengar seseorang
berkata “Ayo, buka kadonya!” Tidak lama terdengar suara kertas yang dirobek dan
teriakan bahagia seorang gadis. Aku sangat penasaran ingin melihat mereka yang
sedang berbahagia ini dan ingin secepatnya keluar dari kertas yang
membungkusku. Akhirnya, ada yang mengangkat dan merobek kertas yang
membungkusku. Yang pertama kulihat adalah wajah kecewa dari seorang gadis
cantik. Namun, bibirnya mengucapkan “terimakasih, Ma.” Gadis yang dipanggil
Sari itu meletakkanku di samping barang-barang yang sepertinya juga menjadi
hadiah ulang tahunnya. Ia lalu mengambil sesuatu di antara tumpukan kadonya,
ternyata itu adalah sebuah android keluaran
terbaru. Gadis itu dengan senang memainkan android tersebut.
Seseorang membawaku ke sebuah ruangan
dan meletakkanku di atas sebuah meja. Foto Sari terpajang di dinding ruangan
ini. Selama beberapa waktu, aku diabaikan dan hanya dibiarkan tergeletak di
sana. Aku sering melihat Sari bermain dengan androidnya dan tertawa bahagia.
Sementara aku mulai dihantui perasaan sedih karena aku merasa tidak lebih
berharga dari pada hadiah ulang tahunnya yang lain. Aku berharap Sari mau
melirikku dan bermain bersamaku. Namun, sampai akhirnya aku dibawa ke ruangan
lain dan diletakkan di sebuah lemari, Sari tetap mengabaikanku. Hingga
akhirnya, aku terjebak di antara buku-buku tua dan berdebu sampai hari ini.
Selama di ruangan ini, aku sering
mendengar suara Sari. Namun, aku tidak bisa melihatnya karena buku-buku besar
ini menutupi pandanganku. Dari suaranya, aku tahu dia sudah beranjak dewasa.
Setiap kali kudengar ia masuk ke ruangan ini, aku tidak pernah berhenti
berteriak memanggil namanya berharap ia akan mendengar teriakanku dan
mengeluarkanku dari sini. Jika itu tidak terjadi, maka aku akan sabar menunggu
hari lain ketika ia datang lagi ke ruangan ini. Walaupun aku tahu, lemariku
sangat jarang dikunjungi, tetapi aku tidak pernah berhenti berharap suatu saat
akan ada yang melihatku di lemari ini.
Pada suatu sore, kudengar seseorang
masuk ke ruangan. Tidak seperti biasa, orang itu mendekati lemariku. Ia
mengenakan penutup mulut. Tanpa suara sedikitpun, tiba-tiba tangannya menurunkan
semua buku-buku yang ada di sana. Ia membersihkan lemari dan buku-buku yang
telah dikeluarkan, lalu menyusunnya kembali dengan rapi ke dalam lemari
tersebut. Satu persatu buku-buku kembali tersusun rapi di lemari. Sampai akhirnya
giliranku datang. Ia meraihku dan membersihkan debu yang menempel. Tangannya
berhenti membersihkan debu di tubuhku. Ia membuka penutup mulutnya. Ternyata
orang itu adalah Sari. Ia sangat cantik, mirip dengan wanita yang membeliku.
Akhirnya, setelah menunggu sangat lama
Sari membukaku dan melihat selembar kertas kecil yang terselip. Ia mengambil
dan membacanya. Tiba-tiba aku merasakan ada air yang jatuh ke tubuhku. Ternyata
Sari menangis. Ia lalu memelukku erat. Aku hanya menatapnya kebingungan.
Setelah puas menangis, diselesaikannya menyusun buku-buku dan membawaku
bersamanya. Sari duduk di tempat tidurnya, kembali membaca kertas kecil tadi
dan menangis lagi. Aku penasaran apa yang tertulis di kertas kecil itu. Aku
tidak bisa melihat yang tertulis di sana, Sari tak melepas pelukannya padaku.
Hingga akhirnya ia kelelahan dan tertidur. Aku terlepas dari pelukan dan jatuh
di samping kertas kecil yang tadi dibacanya. Sekarang aku dapat melihat dengan
jelas kertas itu. Kubaca sebuah tulisan di sana.
Untuk putri kecilku yang sedang
beranjak dewasa
Sayang, mama sangat bahagia melihatmu tumbuh menjadi gadis
yang luar biasa. Walaupun sebenarnya, mama ingin kamu tetap menjadi putri kecil
mama yang tidak ingin jauh dari mama. Tetapi, itu tidak mungkin karena usiamu
semakin dewasa
Sayang, mama berdoa semoga kamu selalu diberi kebahagiaan. Walaupun
masalah akan datang silih berganti, mama tahu kamu akan kuat menghadapinya.
Jika kamu butuh tempat menceritakan masalahmu, mama berharap tempat itu adalah
mama. Jika kamu tidak sempat bercerita kepada mama, kamu dapat bercerita di
sini. Semoga dengan bercerita di sini hatimu akan lebih ringan.
Sayang, selamat ulang tahun.
Tulisan itu membuatku sadar. Perasaan
diabaikan dan tidak dibutuhkan yang selama ini kurasakan ternyata salah. Aku
ternyata berharga. Aku adalah sebuah kado yang diberikan sebagai ungkapan
sayang seorang ibu kepada anaknya. Aku berjanji akan bersikap manis dan akan
menjadi pendengar yang baik untuk Sari.
Malam itu, Sari meletakkanku di atas
meja. Ia mengambil pena dan mulai menulis di lembar pertamaku.
Dear Diary
Ma, maafkan Sari telah melupakan kado pemberian mama.
Setelah bertahun-tahun, Sari baru membaca surat yang mama tulis.
Ma, saat ini Sari ingin menjadi putri kecil mama, ingin
selalu memeluk mama. Tetapi sudah tidak bisa ya, Ma. Sekarang Sari hanya bisa
bercerita di sini, seperti pesan mama.
Semoga mama diberikan tempat terbaik di sisi Allah.
Sari sayang mama.
No comments:
Post a Comment