Sunday, July 23, 2023

Belajar Menulis Cerpen



Sebenarnya cerpen ini sudah pernah diposting di KBM App, karena hape kadang berulah jadi mesti instal lagi...lagi...lagi dan lagi hehehe. Jadi kepikiran untuk meletakkan satu cerita di sini. Btw, gambarnya ngga nyambung ya hehehe....tapi berharga kok, kenang-kenangan dari kesempatan pertama berkumpul dan belajar dengan rekan guru beberapa provinsi ke Medan gratisssssss.



Aku Ternyata Berharga

Oleh : Ina Susan

 

Aku lupa hari apa dan tanggal berapa sekarang. Debu dan bau lembab tubuhku yang mengingatkan bahwa aku sudah berada di sini cukup lama. Diapit oleh buku-buku yang berukuran besar, membuat pandangan menjadi tidak bebas. Berkali-kali mataku berusaha melirik ke sebuah kalender yang tergantung di dinding hanya untuk sekedar mengurangi rasa penasaran tentang tanggal hari ini. Namun, selalu gagal.

 Ketika sudah lelah mengintip kalender, kuhabiskan waktu mengingat kembali awal perjalananku hingga sampai di sini. Dimulai dari sebuah ruangan yang dipenuhi buku-buku. Semua tertata rapi dan bersih. Beberapa orang yang mengenakan pakaian mirip terlihat rajin merapikan semua yang ada di ruangan tersebut. Namun, seringkali akan datang orang-orang dengan pakaian berbeda mengangkat buku-buku yang telah dirapikan itu. Mereka memandanginya lalu membolak balik dan meletakkannya kembali. Aku sering kesal melihat mereka meletakkan buku dengan sembarangan, sehingga terlihat jadi berantakan. Jika sudah seperti itu, akan datang orang berpakaian mirip untuk merapikannya kembali.

 

Suatu hari aku dibuat kaget, ada yang mengangkatku. Kami saling bertatapan. Kulihat dia adalah seorang wanita yang kutaksir berumur 40 tahunan. Ia mengenakan jilbab warna merah muda dan terlihat cantik. Wanita itu membolak balik tubuhku, lalu dengan wajah lega, ia membawaku ke meja kasir. Untung aku masih sempat melihat ke arah teman-teman dan mengucapkan selamat tinggal pada mereka yang selama ini selalu bersama sejak aku berada di ruangan ini. Setelah memberikan beberapa lembar uang, wanita tadi membawaku pergi dalam sebuah kantong plastik.

 

Selama di dalam kantong plastik, tidak ada yang bisa dilihat. Tidak lama, ada yang masuk menemaniku di dalam kantong, sebuah kertas berwarna merah muda dengan motif bunga. Beberapa jam di dalam kantong membuatku mulai merasa bosan. Untungnya sebelum kebosanan itu datang, aku dikeluarkan dari kantong plastik. Wanita tadi melihatku dengan tersenyum. Ia menyelipkan selembar kertas padaku. Kemudian, tangannya mengambil kertas dari kantong plastik tadi. Seluruh tubuhku terbungkus oleh kertas tersebut. Sekarang aku tidak bisa melihat apapun, semua menjadi gelap. Lalu aku merasa dibawa dan diletakkan di suatu tempat. Aku ketakutan dan berharap semua akan baik-baik saja.

 

Beberapa jam kemudian, aku dikagetkan dengan suara teriakan. Beberapa orang meneriakkan “Selamat ulang tahun, Sari” Ruangan sangat gaduh. Semua orang berceloteh bahagia. Lalu terdengar seseorang berkata “Ayo, buka kadonya!” Tidak lama terdengar suara kertas yang dirobek dan teriakan bahagia seorang gadis. Aku sangat penasaran ingin melihat mereka yang sedang berbahagia ini dan ingin secepatnya keluar dari kertas yang membungkusku. Akhirnya, ada yang mengangkat dan merobek kertas yang membungkusku. Yang pertama kulihat adalah wajah kecewa dari seorang gadis cantik. Namun, bibirnya mengucapkan “terimakasih, Ma.” Gadis yang dipanggil Sari itu meletakkanku di samping barang-barang yang sepertinya juga menjadi hadiah ulang tahunnya. Ia lalu mengambil sesuatu di antara tumpukan kadonya, ternyata itu adalah sebuah android keluaran terbaru. Gadis itu dengan senang memainkan android tersebut.

 

Seseorang membawaku ke sebuah ruangan dan meletakkanku di atas sebuah meja. Foto Sari terpajang di dinding ruangan ini. Selama beberapa waktu, aku diabaikan dan hanya dibiarkan tergeletak di sana. Aku sering melihat Sari bermain dengan androidnya dan tertawa bahagia. Sementara aku mulai dihantui perasaan sedih karena aku merasa tidak lebih berharga dari pada hadiah ulang tahunnya yang lain. Aku berharap Sari mau melirikku dan bermain bersamaku. Namun, sampai akhirnya aku dibawa ke ruangan lain dan diletakkan di sebuah lemari, Sari tetap mengabaikanku. Hingga akhirnya, aku terjebak di antara buku-buku tua dan berdebu sampai hari ini. 

 

Selama di ruangan ini, aku sering mendengar suara Sari. Namun, aku tidak bisa melihatnya karena buku-buku besar ini menutupi pandanganku. Dari suaranya, aku tahu dia sudah beranjak dewasa. Setiap kali kudengar ia masuk ke ruangan ini, aku tidak pernah berhenti berteriak memanggil namanya berharap ia akan mendengar teriakanku dan mengeluarkanku dari sini. Jika itu tidak terjadi, maka aku akan sabar menunggu hari lain ketika ia datang lagi ke ruangan ini. Walaupun aku tahu, lemariku sangat jarang dikunjungi, tetapi aku tidak pernah berhenti berharap suatu saat akan ada yang melihatku di lemari ini.

 

Pada suatu sore, kudengar seseorang masuk ke ruangan. Tidak seperti biasa, orang itu mendekati lemariku. Ia mengenakan penutup mulut. Tanpa suara sedikitpun, tiba-tiba tangannya menurunkan semua buku-buku yang ada di sana. Ia membersihkan lemari dan buku-buku yang telah dikeluarkan, lalu menyusunnya kembali dengan rapi ke dalam lemari tersebut. Satu persatu buku-buku kembali tersusun rapi di lemari. Sampai akhirnya giliranku datang. Ia meraihku dan membersihkan debu yang menempel. Tangannya berhenti membersihkan debu di tubuhku. Ia membuka penutup mulutnya. Ternyata orang itu adalah Sari. Ia sangat cantik, mirip dengan wanita yang membeliku.

 

Akhirnya, setelah menunggu sangat lama Sari membukaku dan melihat selembar kertas kecil yang terselip. Ia mengambil dan membacanya. Tiba-tiba aku merasakan ada air yang jatuh ke tubuhku. Ternyata Sari menangis. Ia lalu memelukku erat. Aku hanya menatapnya kebingungan. Setelah puas menangis, diselesaikannya menyusun buku-buku dan membawaku bersamanya. Sari duduk di tempat tidurnya, kembali membaca kertas kecil tadi dan menangis lagi. Aku penasaran apa yang tertulis di kertas kecil itu. Aku tidak bisa melihat yang tertulis di sana, Sari tak melepas pelukannya padaku. Hingga akhirnya ia kelelahan dan tertidur. Aku terlepas dari pelukan dan jatuh di samping kertas kecil yang tadi dibacanya. Sekarang aku dapat melihat dengan jelas kertas itu. Kubaca sebuah tulisan di sana.

 

Untuk putri kecilku yang sedang beranjak dewasa

Sayang, mama sangat bahagia melihatmu tumbuh menjadi gadis yang luar biasa. Walaupun sebenarnya, mama ingin kamu tetap menjadi putri kecil mama yang tidak ingin jauh dari mama. Tetapi, itu tidak mungkin karena usiamu semakin dewasa

Sayang, mama berdoa semoga kamu selalu diberi kebahagiaan. Walaupun masalah akan datang silih berganti, mama tahu kamu akan kuat menghadapinya. Jika kamu butuh tempat menceritakan masalahmu, mama berharap tempat itu adalah mama. Jika kamu tidak sempat bercerita kepada mama, kamu dapat bercerita di sini. Semoga dengan bercerita di sini hatimu akan lebih ringan.

Sayang, selamat ulang tahun.

 

Tulisan itu membuatku sadar. Perasaan diabaikan dan tidak dibutuhkan yang selama ini kurasakan ternyata salah. Aku ternyata berharga. Aku adalah sebuah kado yang diberikan sebagai ungkapan sayang seorang ibu kepada anaknya. Aku berjanji akan bersikap manis dan akan menjadi pendengar yang baik untuk Sari.

 

Malam itu, Sari meletakkanku di atas meja. Ia mengambil pena dan mulai menulis di lembar pertamaku.

 

Dear Diary

Ma, maafkan Sari telah melupakan kado pemberian mama. Setelah bertahun-tahun, Sari baru membaca surat yang mama tulis.

Ma, saat ini Sari ingin menjadi putri kecil mama, ingin selalu memeluk mama. Tetapi sudah tidak bisa ya, Ma. Sekarang Sari hanya bisa bercerita di sini, seperti pesan mama.

Semoga mama diberikan tempat terbaik di sisi Allah.

Sari sayang mama.

No comments:

Post a Comment